Buatlah naskah drama dari cerpen yang berjudul celengan ayam
B. Indonesia
jmpanasri
Pertanyaan
Buatlah naskah drama dari cerpen yang berjudul "celengan ayam"
1 Jawaban
-
1. Jawaban fatikhahafiz1
Celengan Ayam yang Ajaib
Katanya, orang kaya itu hidupnya selalu enak, tapi ternyata tidak. Buktinya, Narto yang terlahir di keluarga yang hartanya tak habis tujuh turunan tidak menikmati kemudahan apapun dari kekayaan orang tuanya. Ayah dan ibunya justru sangat membatasi kemudahan yang bisa diberikan kepada anak satu-satunya tersebut.
Narto, jangan heran dengan namanya ya, karena meski sangat kaya, keluarga Narto memang berasal dari orang biasa. Kekayaan mereka diperoleh dari kerja keras dan ketekunan serta kejujuran. Kakek dan nenek Narto sendiri – baik dari ayah maupun ibu – adalah petani yang hidupnya di desa. Dan nama Narto sendiri adalah pemberian dari kakaknya.
Kecuali untuk masalah makanan sehat, ia sama sekali tidak mendapatkan perlakuan yang istimewa. Contohnya, masalah mainan saja ia selalu mendapatkan mainan hanya dari hadiah. Permintaannya tidak pernah dituruti dan keinginan untuk beli mainan baru pun tidak pernah terkabul. Ia hanya bisa mendapatkan mainan jika ia memiliki suatu prestasi, apapun itu.
Kadang sebenarnya Narto berontak tetapi orang tuanya dengan sabar bisa memberikan pengertian akan apa yang harus ia lakukan. Salah satu yang paling terasa adalah Narto memiliki kewajiban untuk menabung. Dalam bentuk apapun ia harus selalu membiasakan dirinya untuk menyisihkan sebagian miliknya untuk ditabung.
Pernah suatu kali kala masih SMP ia diberikan baju baru sebanyak tiga pasang, ketika ia ingin memakai ketiga-tiganya ia dilarang oleh ayahnya. “Ayah membelikan kamu 3 buah baju itu bukan untuk dipakai sekali waktu Narto, sisakan salah satu untuk acara-acara khusus kamu, jangan dipakai buat harian semua”, ucap ayahnya kala itu. Narto hanya diam dan menuruti keinginan ayahnya meski hatinya tidak setuju.
Pelan, sangat pelan akhirnya sedikit demi sedikit ia mulai terbiasa dengan aturan dan kekejaman kedua orang tuanya. Sebut saja misalnya untuk uang jajan di sekolah, ia sudah biasa menyisihkan sebagian untuk digunakan lain waktu.
Jadi, meski kadang ia tidak diberi uang jajan ia tetap bisa memenuhi kebutuhan jajan dengan uang tersebut. Suatu hari, ia pernah bertanya kepada ibunya kenapa ia harus susah-susah seperti itu sementara orang tuanya memiliki banyak harta.
“Nda, kenapa sih Narto harus menabung segala, kan ayah punya uang banyak?”
“Nak, menabung itu untuk kekuatan kamu, bukan untuk ayah dan ibu…” ucap ibunya pelan. “Ayah Bunda bisa saja memberikan semua keinginan dan kebutuhanmu dengan harta yang kita miliki tetapi itu tidak akan berguna. Ingat nak, harta bisa habis tetapi kemampuan dan kualitas diri seseorang akan terus melekat sampai ia mati.” Lanjut ibunya.
“Tapi Nda, bukankah harta kita tidak habis tujuh turunan?” ucap Narto membantah
“Harta kita memang banyak, dan mungkin tidak akan habis tujuh turunan tetapi siapa yang tahu? Kalau Alloh menghendaki, ayahmu bangkrut, semua bisa hilang dalam sekejab mata, yang tersisa hanya ilmu yang ayah dan bunda punya…” jawab ibunya.
“Jadi…” jawab Narto dengan bingung.
“Yang sulit dari menabung adalah membiasakannya, kalau kamu sudah punya kebiasaan menabung maka dalam keadaan apapun kamu bisa tetap bahagia dan cukup…” jawab ibunya memberikan pengertian.
Begitulah, dari kecil Narto memiliki kewajiban untuk selalu memenuhi celengan ayam yang ia beli sendiri. Setelah satu celengan penuh ia harus membeli celengan lain dan mengisinya, begitu seterusnya. Ia hanya boleh membuka celengan ayam tersebut ketika usianya 20 tahun.
Waktu terus berlalu, hari berganti begitu cepat, tak terasa Narto sudah beranjak dewasa. Narto sudah menginjak semester akhir dan sebentar lagi ia akan menjadi sarjana. Tinggal menghitung hari, Narto harus menerapkan segala ilmu yang ia dapatkan dibangku pendidikan. Saat selesai kuliah tersebut kedua orang tuanya telah memberikan kepercayaan kepada dia untuk menentukan arah, ia bebas ingin melanjutkan kuliah lagi atau bagaimana, terserah dia.
“Buah tak jatuh jauh dari pohonnya, jiwa bisnis yang dimiliki kedua orang tuanya ternyata melekat dan subur di hati dan pikiran Narto. Ia pun memutuskan untuk mulai menerapkan pengetahuan yang ia miliki untuk membuka bisnis.
“Yah, aku akan belajar cari uang, aku sudah bosan sampai besar disuruh menabung terus dan tidak boleh dibuka tabungannya….”
“Ya, terserah kamu, tapi apa sudah kamu pertimbangkan dengan baik?”
“Sudah Yah…”
“Benar, kalau begitu apa yang akan kamu lakukan?”
“Aku akan buka restoran kecil Yah, aku sudah punya ide kuliner yang jadi andalan. Promosinya aku akan gunakan media online sekaligus akan aku buat juga situs restoran online..”
“Hem… bagus juga tuh, tapi bagaimana dengan modalnya, kamu kan tidak punya apa-apa?”
“Hem…iya Yah, tapi aku punya rencana yang bagus, aku akan mulai dari sistem online dulu… setelah semuanya berjalan baru aku buka yang offline….”