Sejarah integrasi papua lengkap
PPKn
Fauziyahsyarifah
Pertanyaan
Sejarah integrasi papua lengkap
2 Jawaban
-
1. Jawaban megaaa02
Bergabungnya Papua ke wilayah Indonesia melalui jalan yang
berliku. Pasca Konferensi Meja Bundar 1949 yang salah satu isinya berupa
penyerahan kedaulatan atas seluruh wilayah jajahan Belanda kepada
Indonesia kecuali Irian Barat (kini Papua), baik pemerintah Indonesia
maupun Belanda melakukan berbagai upaya agar Papua masuk ke dalam
wilayah masing-masing.
Indonesia mengklaim bahwa seluruh wilayah Hindia Belanda termasuk
Papua, adalah miliknya. Sementara pihak Belanda menganggap wilayah itu
masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda.
Saling klaim kedua negara terus berlanjut, lobi dan perundingan gagal
membuat kesepatakan. Justru kedua Negara berlomba membuat bermacam
kegiatan program di Papua, meski status wilayah Papua masih dalam
pengawasan PBB sejak Desember 1950.
Pada 17 Agustus 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan
ibukota di Soasiu di Pulau Tidore. Sementara Belanda tak sejengkal pun
ingin menyerahkan Papua kepada Indonesia.
Konflik bersenjata Indonesia lawan Belanda akhirnya dimulai. Lewat
pidato 19 Desember 1961, Soekarno mencanangkan operasi Pembebasan Irian
Barat dengan sandi operasi Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta.
Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima operasi dengan tugas
merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk
menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Bentrokan bersenjata terjadi hampir tujuh bulan lamanya sejak akhir tahun 1961 hingga pertengahan tahun 1962.
Pada 15 Januari 1962 terjadilah pertempuran di Laut Aru. Tiga kapal
perang Indonesia yang sedang patroli terlibat kontak senjata dengan
pasukan Angkatan Laut Belanda. Dalam pertempuran yang dikenal sebagai
Pertempuran Laut Aru itu, Komodor Yos Soedarso gugur. -
2. Jawaban nadnad5
Perjuangan masyarakat Papua dan Papua Barat (sebelumnya: Irian Barat/Jaya) dalam rangka mewujudkan integrasi ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah menempuh proses panjang, rumit, pahit dan berliku. Bersama dengan masyarakat Indonesia lainnya seperti Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Java, Jong Sumatera, Jong Kalimantan dll, mereka berjuang melepaskan diri dari dominasi kolonialisme penjajah dan imperialisme antara lain dari Kolonial Belanda (350 Tahun) dan dari Jepang (3 Tahun).
Bentuk perjuangan ini beragam, namun tetap dalam semangat gerakan millinerian, mesianic dan cultus cargo. Dalam masa penjajahannya, Belanda, yang terkenal sebagai penguasa yang paling kejam dan serakah, menyita tanah, melakukan deskriminasi ras, mengisolasi budaya bahkan membiarkan keadaan kesehatan buruk terjadi di Papua. Selain itu, dalam rangka menghadapi penjajah Jepang yang brutal, perjuangan dilakukan secara terbuka berupa gerakan “Koreri” di Kepulauan Biak, gerakan “Were atau Wage” di Enarotali dan gerakan “Simon Tongkat” di Jayapura, tahun 1942.
Menjelang okupasi menyeluruh Jepang ke wilayah Indonesia, pemerintah Belanda di Nieuw Guinea tidak rela apabila Papua Barat jatuh ke tangan Jepang. Bahkan berupaya mencengkram kuku-kuku kolonialisme. Salah satu bentuknya yaitu pendirian sekolah Polisi dan sekolah Pamongpraja/ Police Training School and the School of Civil Service (bestuurschool) di Jayapura pada tahun 1944 dipimpin oleh Resident J.P.van Eechoud.
Adalah sebuah kesalahan besar dengan anggapan Eechoud sebagai “Vader der Papoea’s” (Bapak Orang Papua), karena J.P.van Eechoud tidak benar-benar menginginkan pembentukan sekolahan tersebut untuk melahirkan elit politik terdidik (borjuis kecil terdidik) di Nieuw Guinea, tetapi merupakan siasat untuk menarik simpati masyarakat Papua pada waktu itu, untuk berjuang bersama-sama Belanda mengusir penjajah Jepang, sehingga penguasaan atas wilayah Papua semakin berlangsung lama. Pengelabuan atas nasionalisme Papua membuat orang Papua tertipu dan tanpa disadari telah menjadikan mereka sebagai “sapi perahan” yang setia kepada Pemerintah Belanda. Oleh karena itu, setiap orang yang ternyata pro-Indonesia ditahan, dipenjarakan, atau dibuang keluar dari Irian Jaya sebagai tindakan untuk mengakhiri aktivitas pro-Indonesia di Irian Jaya.